Kebijakan Kapolda ke Pelaku Balap Liar Tepat, Sosiolog: Bentuk Sanksi yang tidak Langsung Dirasakan Tapi akan Ciptakan Kesadaran Permanen

Kebijakan Kapolda ke Pelaku Balap Liar Tepat, Sosiolog: Bentuk Sanksi yang tidak Langsung Dirasakan Tapi akan Ciptakan Kesadaran Permanen

POLDA MALUKU - Kebijakan Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif, terhadap para pelaku balap liar dengan akan memasukan catatan tidak berkelakuan baik di dalam SKCK dinilai sangat tepat.

Penilaian tersebut disampaikan oleh seorang sosiolog Maluku, Dr. Paulus Koritelu, S.Sos., M.Si di Ambon, Rabu (21/2/2024).

Menurut akademisi dari FISIP Universitas Pattimura Ambon ini, dalam perspektif sosiologi, setiap pelanggar hukum adalah benar apabila diberikan efek jera.

Belakangan ini, Koritelu mengakui perkembangan hukum tidak selalu menjadi sarana yang sangat efektif untuk setiap penegak hukum boleh secara leluasa dan efektif menegakkan hukum. Sebab, penegakan hukum pada sisi tertentu bisa kemudian ditimpali dengan adanya reaksi balik dari masyarakat yang memperlihatkan kalau tindakan-tindakan dari aparat penegak hukum bisa dikategori sebagai pelanggar hukum.

"Karena itu apa yang dilakukan oleh Kapolda melalui pencatatan setiap pelanggaran balap liar dalam SKCK, Saya kira menjadi sebuah bentuk reaksi yang secara strategis sangat tepat. Karena bentuk sanksi itu tidak langsung dirasakan tetapi akan menciptakan sebuah kesadaran yang bersifat permanen dalam opini maupun pemahaman masyarakat secara keseluruhan," ungkapnya.

Menurutnya, setiap orang ketika melakukan pelanggaran tidak berpikir tentang apa dampaknya. Olehnya itu, konstruksi kebijakan dari Kapolda, telah mengajarkan, mengedukasi, memaksakan semua warga untuk terus, serta harus berpikir tentang prospek masa depan. Termasuk juga para pelanggar hukum, mereka yang terlibat dalam kegiatan balap liar.

"Sebagai seorang sosiolog, Saya melihat masyarakat cukup resah dengan fenomena balap liar, karena tentu orang merasa tidak nyaman dengan fenomena ini," katanya.

Selain itu, kebijakan yang dilakukan Kapolda tersebut, juga untuk mencegah reaksi spontanitas dari orang Ambon terhadap para pelaku balap liar.

"Dalam reaksi spontanitas tentu orang akan bereaksi dengan cara-cara mereka yang mungkin salah dalam prosedur hukum, tetapi kemudian itu menjadi reaksi yang wajar ketika pelanggar hukum ini atau para pembalap liar ini kemudian bersentuhan langsung dengan masyarakat yang ada di sekitarnya, dan beberapa kejadian sudah membuktikan tentang hal itu," jelasnya.

Kebijakan yang ditempuh Kapolda Maluku terhadap pelaku balap liar tersebut, kata Koritelu, tentu memberikan catatan kritis, namun juga menjadi proses pembelajaran yang penting bagi masyarakat terkhususnya bagi orang-orang yang senang dengan balap liar.

"Orang-orang yang dimaksudkan di sini tentunya bisa dalam kategori individu, juga bisa dalam kelompok-kelompok, karena ada hasil penelitian misalnya tentang geng motor di Kota Ambon, dan fenomena ini benar-benar satu fenomena yang tidak mudah untuk kita urai untuk kita selesaikan."

"Oleh karena itu menurut Saya sebagai seorang sosiolog bentuk konstruksi kebijakan sang Kapolda Saya kira adalah sebuah ketepatan strategis dari implementasi kebijakan yang secara perlahan tapi pasti akan memberikan efek yang jauh lebih penting karena dia memberikan sebuah pembelajaran, proses edukasi yang Saya kira permanen bagi masyarakat kita," jelasnya.

Pada kesempatan itu, Koritelu menghimbau kepada para pembalap liar bahwa sudah waktunya melakukan selebrasi baru dan bekerja untuk menggapai apa yang berharga sesuai ekspektasi pribadi maupun keluarga dan masyarakat.

"Saya mengajak kita semua untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan hal serupa di masa-masa yang akan datang," pungkasnya.

Bagikan ke teman kamu